Selasa, 21 Januari 2014

Film soe Hok Gie Ajarkan Keberpihakan Pada Kebenaran

Belajar dari film Soe Hok Gie. Film yang diangkat dari kisah kehidupan Soe Hok Gie yang merujuk dari buku "Catatan Seorang Demonstran", catatan harian Soe Hok Gie ini sangat mendidik. Agar kita selalu berpihak pada kebenaran dan selalu semangat belajar. Ini sinopsis dari filmindonesia.or.id Soe Hok Gie (Jonathan Mulia, Nicholas Saputra), aktivis dan penulis di tahun 60an. Kisah seorang yang selalu berada di luar (atau melawan) arus zaman. Gie dikenal sebagai orang lurus, jujur dan tidak kenal kompromi. Kejujurannya ini seringkali tidak bisa diterima oleh orang sekitarnya. Cintanya pada Indonesia dan dunia mahasiswa membuatnya selalu angkat bicara ketika ada yang dianggapnya akan merusak dua hal itu. Ia sangat kecewa ketika melihat perjuangannya melawan tirani dan rezim yang berkuasa saat itu, ternyata justru melahirkan rezim baru dan menyebabkan pembantaian jutaan orang yang dituduh komunis, termasuk sahabat masa kecilnya, Tjin Han (Christian Audi, Thomas Y Nawilis). Waktu berlalu. Orang-orang di sekitarnya mulai menyesuaikan diri dengan rezim baru, bahkan melakukan korupsi. Dia menolak untuk diam, meski dia bisa "masuk" ke lingkaran kekuasaan dan militer. Idealismenya ini membuat teman-temannya meninggalkannya, perempuan yang dicintainya, menolaknya. Hanya alam yang jadi tempat dimana ia bisa merasa diterima dan dicintai apa adanya. Mungkin film pertama Indonesia yang mengisahkan tokoh nyata yang tidak jatuh menjadi sekadar puja-puji, tapi berusaha menghadirkan sang tokoh dari segala sisinya. Kisah tokoh ini--meski yang tampak tokoh yang tersisihkan zaman--rasanya masih bicara pada zaman saat tokoh-tokoh terhormat dari Komisi Pemilihan Umum diperiksa karena korupsi, dan semangat materialisme sangat merasuki kehidupan masyarakat. Fotografi film ini juga unik, karena mencoba "menghidupkan" kembali warna film Indonesia tahun 1970an.

Kita semua tahu, Soekarno adalah Proklamator yang perjuangannya sangat menginspirasi dan kharismanya diakui dunia. Soekarno juga sangat dekat dengan Dr. Radjiman. Soekrano dan juga disusul seluruh Presiden yang pernah memimpin Bangsa Indonesia semua punya kurang lebih. Kita sebagai generasi muda harus belajar menghargai. Jangan sampai kesalahan terulang. Namun, jangan juga mencaci hingga kita lupa memperbaiki diri.

Percayalah, selama kalian berpihak pada kebenaran mati pun lebih berarti. Dari pada hidup di bawah bayang kebohongan dan penipuan. Hanya saja untuk memperjuangkan kebenaran butuh kesungguhan dan keseriusan untuk terus belajar dan berbuat. Dengan begitu, setapak demi setapak kita menuju gerbang kejayaan Indonesia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar